Beranda
Publikasi
Green Info
Menggali Potensi Pangan Lokal Indonesia Sebagai Solusi Ketahanan Pangan di Tengah Krisis Iklim

Menggali Potensi Pangan Lokal Indonesia Sebagai Solusi Ketahanan Pangan di Tengah Krisis Iklim

Green Info

7 November 2025

Fitria Budiyanti

Banner

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun, di tengah kekayaan tersebut, sebagian besar masyarakat masih bergantung pada satu sumber karbohidrat utama yakni Beras.

Ketergantungan ini membuat ketahanan pangan nasional menjadi rapuh ketika produksi padi terganggu oleh perubahan iklim yang menyebabkan krisis air, atau alih fungsi lahan. Padahal, Indonesia memiliki beragam pangan lokal yang tak kalah bergizi dan berpotensi menjadi solusi berkelanjutan bagi masa depan.

Sorgum, Jawawut, dan Jelai: Serealia Tahan Iklim yang Terlupakan

Sebelum padi menjadi primadona, masyarakat di berbagai wilayah Nusantara sebenarnya sudah mengenal berbagai sumber karbohidrat dari serealia lokal. Salah satunya adalah sorgum, tanaman yang mudah tumbuh di lahan kering dan tidak membutuhkan banyak air. Selain kaya serat dan zat besi, sorgum juga bebas gluten dan cocok bagi mereka yang memiliki intoleransi terhadap gandum. Menurut BRIN, pengembangan sorgum menjadi alternatif penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan gandum impor.

Lalu ada jewawut (sering disebut juga foxtail millet), serealia biji kecil yang dahulu menjadi makanan pokok masyarakat di Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Kini tanaman ini jarang dibudidayakan, padahal kandungan proteinnya tinggi dan cocok untuk lahan marginal. Sementara itu, jelai atau barley juga dikenal sebagai tanaman berumur pendek dengan nilai gizi yang baik.

Ketiga jenis serealia ini bukan hanya alternatif pangan sehat, tetapi juga tahan terhadap kekeringan yang menjadikannya sebagai pilihan cerdas di tengah ancaman perubahan iklim.

Jagung Pulut: Pangan Tradisional yang Mulai Langka

Di wilayah timur Indonesia, terutama Sulawesi Selatan, masyarakat mengenal jagung pulut atau jagung ketan. Biji jagung jenis ini bertekstur lengket dan biasa digunakan sebagai bahan utama Bubur Bassang, kuliner khas Makassar.

Sayangnya, keberadaan jagung pulut semakin langka karena kalah saing dengan varietas jagung hibrida yang lebih menguntungkan secara komersial. Padahal, jagung pulut memiliki rasa khas dan nilai gizi tinggi yang dapat memperkaya keragaman pangan Indonesia.

Revitalisasi budidaya jagung pulut dan produk olahannya dapat menjadi cara untuk melestarikan kuliner lokal sekaligus memperkuat ekonomi masyarakat daerah.

Sagu dan Kelapa Hutan: Penopang Kehidupan di Timur Indonesia

Selain serealia, sagu adalah salah satu sumber karbohidrat utama masyarakat Papua dan Maluku. Pohon sagu tumbuh subur di lahan rawa dan tidak memerlukan pupuk kimia, menjadikannya bahan pangan yang ramah lingkungan. Namun, menurut Kementerian Pertanian, luas lahan sagu semakin menurun akibat konversi lahan dan kurangnya perhatian terhadap komoditas ini.

Begitu juga dengan kelapa hutan, yang di beberapa daerah menjadi bahan pangan dan sumber minyak nabati alami. Kedua bahan pangan ini mencerminkan hubungan yang erat antara masyarakat adat dan alam. Namun kini, hubungan tersebut mulai tergerus oleh modernisasi dan industrialisasi pangan.

Diversifikasi Pangan untuk Masa Depan Berkelanjutan

Menurut data KEHATI, Indonesia sebenarnya memiliki lebih dari 77 jenis tanaman sumber karbohidrat, namun konsumsi masyarakat tetap terpusat pada beras. Padahal, mengembangkan pangan lokal bukan hanya soal menjaga tradisi, melainkan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, krisis global, dan fluktuasi harga pangan.

Diversifikasi pangan berarti membuka ruang untuk berbagai bahan pangan lokal untuk kembali ke meja makan masyarakat. Dengan meningkatkan kesadaran akan manfaat sorgum, jewawut, jelai, sagu, dan jagung pulut, Indonesia bisa memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus menekan jejak ekologis dari produksi monokultur padi.

Ketahanan pangan tidak cukup diukur dari ketersediaan beras semata, tetapi dari kemampuan bangsa untuk memanfaatkan dan melestarikan sumber pangan lokalnya. Menghidupkan kembali sorgum di NTT, mengolah jagung pulut di Sulawesi, atau menjaga sagu di Papua adalah bentuk nyata kedaulatan pangan dari akar.

Ke depan, mengenal dan mengonsumsi pangan lokal bukan hanya pilihan, melainkan bagian dari gerakan menuju sistem pangan yang lebih beragam, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Follow Kita di Google NewsGoogle News

Referensi

https://www.brin.go.id/news/110250/potensi-sorgumsebagai-solusi-alternatif-pangan-di-indonesia

https://mongabay.co.id/2023/05/09/jewawut-pangan-lokal-bernilai-tinggi-yang-jarang-ditanam/

https://digitani.ipb.ac.id/jagung-pulut-sumber-karbohidrat-bergizi-tinggi/

https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/9514

https://kehati.or.id/berdaulat-pangan-melalui-keragaman-pangan-lokal

Flag

Bagikan Artikel Ini

Postingan Terkait

  • Thumbnail

    Apakah Sampah Plastik Sebabkan Lumba-lumba Mati yang Viral?

    Baca Selengkapnya
  • Thumbnail

    Polusi Cahaya: Kurangi Sebelum Terlambat!

    Baca Selengkapnya
  • Thumbnail

    4 Tips Jaga Kesehatan Saat Cuaca Panas

    Baca Selengkapnya

Ingin Terus Mendapatkan Informasi Terbaru Kami? Berlangganan Sekarang

Dengan berlangganan kamu telah menyetujui Kebijakan Privasi yang berlaku.