Green Info
5 September 2023
Aviaska Wienda Saraswati

Polusi udara Jakarta semakin memburuk. Penyebabnya adalah emisi dari sektor transportasi, operasi PLTU, dan industri. Pemerintah berikan 4 solusi untuk mengatasi masalah. Solusi masih berfokus pada sektor transportasi saja.
Polusi udara Jakarta tengah jadi isu yang diperdebatkan banyak pihak. Padahal, ini bukan pertama kalinya udara di DKI Jakarta didapuk sebai yang paling kotor di dunia. Lantas, ada apa dengan fenomena polusi udara kali ini? Kenapa begitu banyak menarik banyak perhatian?

Kota DKI Jakarta masih mengalami polusi udara yang parah hingga hari ini. Berdasarkan indeks IQAir per 28 Agustus 2023, nilai kualitas udara adalah 107 yang tergolong Tidak Sehat Bagi Kelompok Sensitif. Polusi mengandung polutan utama PM 2.5 yang kandungannya 7.6 kali diatas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. Kabar terkini, untuk menangani masalah polusi udara, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono akan membentuk satuan tugas penanganan polusi udara.
Membahas polusi udara, saat ini pemerintah dan masyarakat seolah saling menyerang satu sama lain terkait penyebab memburuknya kualitas udara. Perdebatan ini terjadi karena adanya perbedaan data aspek penyumbang polusi udara di Jakarta.
Masyarakat cenderung mempercayai bahwa penyebab utama polusi udara berasal dari emisi PLTU Batu Bara dan industri yang terletak di wilayah penyangga Jakarta. Data yang mendukung asumsi ini berasal dari penelitian yang berjudul Pencemaran Udara Lintas Batas di Provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat oleh Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) pada tahun 2020.
Berlawanan dari itu pemerintah berpegang teguh pada data yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa polusi udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor (44%). Mereka menampik bahwa PLTU berkontribusi pada polusi yang saat ini terjadi.

Polusi udara Jakarta saat ini jadi lebih heboh dari pada biasanya karena dampak buruk pada kesehatan dirasakan langsung oleh banyak masyarakat. Sejak Januari-Juni 2023, kasus Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) di Jakarta terus meningkat. Jumlah penderita ISPA mencapai 638.291 kasus. Berdasarkan data Dinas Kesehatan tersebut, kasus ISPA paling banyak menjangkit masyarakat pada bulan Maret sebanyak 119.734 kasus dan Juni sebanyak 102.475 kasus.
Penyakit ISPA yang dialami masyarakat Jakarta tidak bisa dianggap sepele mengingat masyarakat telah bertahun-tahun terpapar polusi udara. Sebab, ISPA dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius seperti TBC, kanker paru-paru, pneumonia, asma, dan paru obstruktif kronis.
Fenomena polusi udara Jakarta kali ini mengundang perhatian dari berbagai pihak. Tidak seperti biasanya, bahkan pemerintah sampai mengeluarkan kebijakan untuk menangani masalah ini dalam jangka pendek dan jangka panjang. Solusi yang ditawarkan pemerintah tersebut adalah:

Adanya polusi udara ini membuat pemerintah semakin gencar mengimbau masyarakat untuk mengganti moda transportasi menjadi kendaraan listrik. Beralih ke kendaraan listrik dipercaya dapat mengurangi emisi karbon kendaraan bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2022 mencapai 26,37 juta unit. Mengingat penggunaan kendaraan bermotor selalu meningkat, solusi ini jadi salah satu prioritas untuk penyelesaian masalah jangka panjang.
Kendaraan listrik memang lebih ramah lingkungan dari pada kendaraan bermotor. Akan tetapi, pemerintah harus memastikan bahwa peralihan penggunaan kendaraan listrik sejalan dengan peralihan produksi listrik dari energi terbarukan. Jika listrik masih dihasilkan dari PLTU, solusi ini justru memperparah polusi yang terjadi.

Untuk mengurangi dampak buruk polusi udara pada kesehatan masyarakat, pemerintah juga mengusulkan kebijakan Work From Home (WFH) bagi karyawan swasta maupun Aparatur Sipil Negara (ASN). Bagi ASN, Kementerian Dalam Negeri memberlakukan WFH sebanyak 50%. Aturan ini diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada wilayah Jabodetabek. Bagi karyawan swasta, kebijakan WFH dapat disesuaikan dengan kebijakan masing-masing instansi.
Pemberlakuan WFH dinilai kurang solutif untuk mengatasi polusi udara dan berjalannya kepentingan bisnis. Meski telah dilakukan lebih dari seminggu, dampak pengurangan polusi masih belum terlihat. Selain itu, WFH dinilai akan mengurangi produktifitas suatu instansi/lembaga/perusahaan.

Modifikasi cuaca adalah salah satu strategi jangka pendek pemerintah untuk mengurangi polusi udara di Jakarta. Modifikasi cuaca dilakukan pada tanggal 26-27 Agustus 2023 sehingga menyebabkan hujan di beberapa wilayah DKI Jakarta.
Modifikasi cuaca sangat bergantung pada adanya awan di langit, tanpa awan, strategi ini dtidak bisa dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah juga berencana melakukan water mist atau penyemprotan uap air dari atas gedung.

Untuk mengurangi polusi dari kendaraan bermotor, pemerintah memberlakukan sanksi tilang untuk kendaraan yang emisinya melebihi ambang batas. Kebijakan ini mulai diterapkan pada 1 September mendatang. Kebijakan ini akan fokus membatasi kandungan zat CO2 dan HC pada emisi yang dihasilkan. Saat, ini, pemerintah dan aparat kepolisian sedang berupaya mensosialisasikan aturan ini. Untuk membantu masyarakat mengetahui emisi yang dihasilkan kendaraan, pemerintah menyediakan beberapa pos untuk melakukan uji emisi gratis.

Kita patut menagpresiasi pemerintah karena kali ini mereka mulai menunjukkan keseriusannya dalam menangani polusi udara lewat solusi-solusi di atas. Karena aturan-aturan tersebut lebih banyak melibatkan peran masyarakat, kita juga harus berkontribusi sebaik yang bisa kita lakukan untuk mengurangi polusi udara.
Akan tetapi, satu hal yang masih luput adalah masalah polusi udara tidak hanya disebabkan oleh transportasi semata. Di sini, pemerintah masih belum mempunyai gagasan tegas untuk mengatasi masalah polusi yang diakibatkan aktivitas industri dan beroperasinya PLTU di kawasan penyangga Jakarta.
Wajar jika masyarakat menuntut pemerintah untuk menindak kedua sektor itu. Polusi udara akan berkurang secara signifikan jika diselesaikan dari seluruh aspek penyebabnya. Sementara masyarakat tidak punya wewenang dan kekuatan untuk menindak kedua sektor tersebut.
Kita berharap semoga seluruh pihak baik masyarakat, pemerintah, aparat, pelaku industri, dan lembaga lingkungan dapat berkolaborasi untuk mengatasi masalah polusi udara bersama-sama. Kolaborasi menciptakan dan melakukan solusi akan menghindarkan kita dari perdebatan yang tidak perlu. Semangat kolaborasi juga dijunjung Green Fund Digital Philanthropy untuk mengatasi masalah lingkungan di Indonesia!
